R Amiruddin Tjitraprawira, atau lebih dikenal dengan nama samaran Atjit adalah sosok seniman musik asal Bangkalan Madura, yang mungkin tak lagi akrab ditelinga oleh generasi muda. Namun, warisan karya karyanya justru telah meninggalkan jejak penting dalam sejarah kesenian Madura. Lewat lagu-lagu berbahasa Madura yang diciptakannya, Ajit berhasil mengangkat citra budaya tanah kelahirannya ke panggung nasional. Karya karyanya bukan hanya populer di masanya, tapi juga tetap hidup dalam ingatan masyarakat hingga hari ini, dinyanyikan, dilestarikan, dan menjadi bagian penting dari perjalanan musik madura.
Ajit Lahir di Bangkalan pada 18 Mei 1920, Atjit menjalani kehidupannya di beberapa daerah di Indonesia. Kisaran tahun 1940 ia sempat merantau ke Banjarmasin Kalimantan Selatan, disana ia menikah dengan seorang gadis Banjar bernama Radiah. Sekitar tahun 1943 ia kembali ke Jawa dan beberapa tahun kemudian, pada 1950 ia kembali lagi ke Banjarmasin dan bekerja di Radio Republik Indonesia (RRI) hingga 1959. Setelah itu, ia dipindahkan ke Kupang, Nusa Tenggara Timur, dan menjabat sebagai Kepala RRI di sana.
Di tengah perjalanan kariernya inilah Atjit melahirkan lagu lagu Madura yang kelak menjadi karya monumental. Lagu seperti Tondu’ Majâng yang hingga kini masih menggema sebagai simbol etnis Madura dalam semangat kebhinekaan Indonesia.
Selain Tondu’ Majâng, Atjit juga menciptakan berbagai lagu lain yang tak kalah populer, di antaranya:
Pangèran Trunodjojo, Madhurâ O Madhurâ, Asta Aermata, Kerrabhân Sape, Djoko Tole, Tera’ Bulân, È Pasèsèr, Kè’ Lèsap, Kembhângnga Naghârâ, Aèng Tantja’ Torowan, dan Orèng Matrol.
Yang menarik hingga kini belum ada seniman lain yang mampu menandingi kekayaan imajinasi dan kedalaman kultural dalam lagu lagu etnik Madura seperti yang pernah dihadirkan R. amiruddin tjitraprawira. Karya karyanya seakan menjadi warisan abadi yang terus hidup di hati masyarakat Madura dari generasi ke generasi.
R. amiruddin tjitraprawira meninggal dunia di Surabaya pada 17 Desember 1975 dan dimakamkan di pemakaman umum Asem Jajar. Meski raganya telah tiada, semangat dan kecintaannya terhadap budaya Madura tetap mengalir dalam setiap nada karyanya. Sebagai pewaris budaya, kita akan selalu mengenang dan menghargai jasanya.
Sebagai generasi penerus, mengenang dan memahami sosok Atjit bukan hanya tentang nostalgia, tetapi juga bagian dari tanggung jawab kita untuk menjaga kekayaan budaya daerah agar tidak hilang ditelan zaman.
0 Komentar