Tradisi Sebagai Ilmu Pengetahuan: Kajian Epistemologi Atas Kehidupan Sosial Madura

  

Oleh Dewi Indra Utami: Kader HMI Komisariat Cakraningrat


    Sebagai seorang mahasiswa yang sedang mempelajari banyak hal salah satunya dibidang  filsafat dan ilmu pengetahuan, saya mulai menyadari bahwa tradisi dimasyarakat punya peran penting dalam membentuk cara berpikir kita. Di Madura sendiri, banyak kebiasaan dan nilai-nilai diwariskan dari generasi ke generasi. Meskipun tidak tercatat dalam buku pelajaran atau jurnal ilmiah, tradisi semacam ini ternyata menyimpan bentuk pengetahuan yang nyata dan hidup. Karena itu, saya mulai melihat tradisi bukan hanya sebagai warisan budaya, tetapi juga sebagai bagian dari ilmu terutama jika kita meninjaunya dari sudut pandang epistemologi.

    Epistemologi, sebagai cabang filsafat, membahas asal-usul, cara memperoleh, dan keabsahan pengetahuan. Ia mendorong kita untuk berpikir kritis dari mana kita tahu sesuatu itu benar? Apa saja bentuk pengetahuan yang bisa dianggap sah? Jawabannya adalah ilmu tidak hanya datang dari teori dan eksperimen di laboratorium, tapi juga bisa tumbuh dari pengalaman hidup masyarakat. Dari sinilah kita bisa mencoba mengaitkan epistemologi dengan tradisi Madura yang ada.

    Salah satu bentuk tradisi yang sangat mencerminkan nilai pengetahuan lokal adalah sistem permukiman yang dinamai Tanèyan Lanjhang. Ini adalah bentuk rumah tradisional masyarakat Madura khususnya pada daerah Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan Sumenep serta daerah-daerah lain di Jawa Timur yang memiliki komunitas masyarakat Madura, seperti Jember dan daerah lainnya di Jawa Timur  yang dibangun secara linear dan dihuni oleh satu keluarga besar. Rumah orang tua biasanya berada di ujung timur, sedangkan rumah anak yang telah menikah dibangun ke arah barat. Pola ini mencerminkan filosofi hidup yang menekankan keterikatan emosional, penghormatan terhadap orang tua, serta pentingnya hidup dalam harmoni dan kebersamaan.

    Secara arsitektural, Tanèyan Lanjhang berasal dari bahasa Madura yg terdiri dari dua kata, yaitu Tanèyan yang artinya halaman, dan lanjhang yang artinya panjang; jadi Tanèyan lanjhang itu merujuk pada halaman rumah yang panjang. Setiap rumah dibangun dengan mempertimbangkan arah mata angin sesuai adat, menggunakan bahan-bahan alami seperti kayu dan bambu yang ramah lingkungan. Letak rumah berjejar dengan urutan timur ke barat, sehingga pemilik halamannya dipunyai bersama. Di dalam komplek ini biasanya terdapat rumah induk yang disebut Roma tongghu yang menghadap ke selatan yang terdiri dari kobhung(surau keluarga), kandang peliharaan, sumur bersama, dapur umum, serta langgar kecil sebagai tempat ibadah. Di sinilah nilai-nilai seperti sopan santun, gotong royong, serta pengetahuan tentang pertanian dan lingkungan diwariskan secara turun-temurun. 

    Melalui pembelajaran tentang epistemologi ini, saya semakin memahami bahwa tradisi bukan sekadar warisan, tetapi juga sumber pengetahuan yang otentik. Tradisi Madura Tanèyan Lanjhang ini adalah bagian dari cara masyarakatnya berpikir, merasa, dan bertindak bahwa penghormatan terhadap orang tua itu sangatlah penting maka tak salah jika madura dikenal orang yg sangat berbakti kepada orangtua & gurunya, serta bisa dilihat mereka  hidup dalam harmoni dan kebersamaan. Maka menurut saya, sudah saatnya kita memberi ruang bagi tradisi dalam dunia ilmu, karena dari sanalah kita bisa belajar tentang hidup yang tak kita jumpai dalam teori.

Posting Komentar

0 Komentar