Bullying: Luka dari Rumah yang Menjalar ke Sekolah


Oleh: Zulfa, Kohati Cakraningrat


 Keluarga: Akar Pertama Perilaku Sadis Bullying (Toxic Parenting)

    Keluarga merupakan lingkungan pertama tempat anak belajar nilai, norma, dan perilaku sosial. Namun, tidak semua keluarga berhasil menjalankan fungsinya sebagai tempat pembentukan karakter yang sehat. Dalam banyak kasus, bullying bermula dari relasi yang disfungsional di rumah atau karena gaya pengasuhan yang otoriter, kurangnya komunikasi, atau kekerasan dalam rumah tangga.

    Ketika anak menyaksikan atau mengalami kekerasan di rumah, baik fisik maupun verbal. Gaya pengasuhan yang keras dan minim empati dapat membuat anak tidak memiliki kemampuan regulasi emosi yang baik. Tidak hanya pelaku, korban bullying pun sering kali datang dari keluarga yang tidak memberikan dukungan emosional yang cukup. Anak yang merasa tidak mendapat kasih sayang atau perlindungan dari orang tuanya menjadi lebih rentan menjadi target perundungan karena kurangnya rasa percaya diri dan harga diri.

Sekolah: Arena Manifestasi Bullying

    Sekolah seharusnya menjadi ruang aman bagi setiap siswa untuk belajar dan berkembang. Sayangnya, banyak kasus bullying yang justru terjadi di lingkungan sekolah dan sering kali tidak ditangani dengan serius. Perundungan bisa berbentuk fisik, verbal, sosial. Bentuk-bentuk ini tidak hanya menyakitkan secara fisik, tetapi juga melukai secara psikologis dan emosional.

    Sekolah sering menjadi tempat utama terjadinya bullying karena adanya dinamika sosial di antara siswa, seperti tekanan teman-teman, kebutuhan untuk menunjukkan kekuasaan, atau kecemburuan terhadap keberhasilan orang lain. Dalam beberapa kasus, kurangnya pengawasan dari guru, minimnya program pendidikan karakter, dan budaya sekolah yang permisif terhadap kekerasan juga menjadi penyebab maraknya bullying.

    Selain itu, tidak sedikit guru atau tenaga pendidik yang justru secara tidak sadar memperkuat praktik bullying, baik melalui cara mengajar yang diskriminatif, memberikan label negatif pada siswa, atau mempermalukan siswa di depan umum. Hal ini menciptakan pendidikan yang tidak sehat dan memperparah trauma psikologis siswa.

Peran Keluarga dalam Pencegahan Bullying

    Keluarga memiliki peran yang sangat besar dalam pencegahan perilaku bullying. Orang tua perlu menjadi teladan dalam hal mengelola emosi, berkomunikasi dengan empati, dan menyelesaikan konflik tanpa kekerasan. Pendidikan karakter sebaiknya dimulai dari rumah dengan mengajarkan anak nilai-nilai seperti toleransi, saling menghargai, dan mengendalikan diri.

Peran Sekolah dalam Mengatasi dan Edukasi

    Sekolah juga harus berkomitmen untuk menciptakan lingkungan yang bebas dari kekerasan. Ini bisa dimulai dengan membuat kebijakan anti-bullying yang jelas, melibatkan semua pihak guru, siswa, staf, dan orang tua dalam menciptakan budaya sekolah yang aman dan inklusif. Program pelatihan guru dalam mengenali dan menangani kasus bullying juga sangat penting.

    Bullying tidak muncul begitu saja, melainkan berakar dari lingkungan terdekat anak, terutama keluarga dan sekolah.  keluarga yang menerapkan pola asuh toxic, minim empati, dan penuh kekerasan dapat membentuk anak menjadi pelaku atau korban bullying. Sementara itu, sekolah yang menjadi tempat aman, justru kerap menjadi tempat praktik bullying. Bahkan tanpa sadar diperkuat oleh guru melalui perlakuan diskriminasi atau memalukan.

    Oleh karena itu, pencegahan bullying itu dimulai dari rumah, yakni dengan menerapkan pola asuh yang sehat dan penuh kasih sayang. Serta dilanjutkan disekolah dengan adanya pengawasan, edukasi karakter, dan kebijakan anti bullying yang tegas. Sinergi antara keluarga dan sekolah bisa menciptakan lingkungan yang aman, sehat dan bebas perundungan bagi anak.

Posting Komentar

0 Komentar